Kamis, 19 Maret 2009

MUSYAWARAH/SYURO

Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Email: ayani@indosat.net.id
Dalam kehidupan bersama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat maupun bangsa,
musyawarah merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Hal ini karena dalam kehidupan
berjamaah, ada banyak kepentingan, kebutuhan maupun persoalan yang harus dihadapi dan
diatasi secara bersama-sama agar bisa terjalin kerjasama yang baik. Dalam proses musyawarah
itulah, harus berlangsung apa yang disebut dengan dialog.
Secara harfiyah, syura bermakna menjelaskan, menyatakan, mengajukan dan mengamnbil sesuatu. Syura
adalah menyimpulkan pendapat berdasarkan pandangan antar kelompok. Kata syura sudah menjadi bahasa
Indonesia yang kemudian dikenal dengan istilah musyawarah. Dalam bahasa Indonesia, musyawarah
adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah bersama.Landasan Hukum Syura
Di dalam Al-Qur’an, terdapat tiga ayat yang menjelaskan tentang syura. Dari ayat-ayat ini, dapat kita
simpulkan bahwa musyawarah harus kita lakukan dalam tiga aspek. Pertama, musyawarah terhadap
persoalan keluarga, hal ini karena dalam kehidupan keluarga, khususnya antara suami dengan isteri,
terdapat hal-hal yang harus disepakati dan diatasi sehingga kehidupan rumah tangga bisa berjalan dengan
baik. Allah Swt berfirman yang artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bartaqwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (2:233).
Dari ayat di atas, dapat diambil sebuah pelajaran bahwa dalam kehidupan keluarga, persoalan yang tidak
terlalu besar saja seperti menyusui harus disepakati melalui proses musyawarah, apalagi persoalan yang
lebih besar dan lebih prinsip dari itu.
Kedua, musyawarah terhadap persoaan-persoalan masyarakat sehingga dengan musyawarah itu
masyarakat tidak bisa mengelak dari keharusan berlaku patuh kepada ketentuan yang berlaku, Allah Swt
berfirman yang artinya. Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka (QS 42:38).
Ketiga, musyawarah terhadap persoalan politik, perjuangan, dakwah dan kenegaraan. Karena itu, ketika
Rasulullah Saw memimpin pasukan perang beliau harus bermusyawarah dengan para sahabat yang
menjadi pasukannya, namun pada saat hasil keputusan musyawarah tidak dipatuhi, maka hal itu tidak
boleh membuat seorang pemimpin menjadi emosional, Allah Swt berfirman yang artinya: Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahkan dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS 3:159)
Urgensi Syura Dalam Islam
Dalam pandangan Islam., syura memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai Penting dari syura antara
lain: Pertama, salah satu prinsip penting dalam ajaran Islam yang sangat ditekanlah Allah Swt, karena hal
ini merupakan bagian yang sangat penting dari ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah merupakan salah satu
bukti dari iman.
Kedua, prinsip jalan tengah dari segala perbedaan pendapat, yakni prinsip keseimbangan antara kehendak
individu dengan kehendak bersama, hal ini bisa kita pahami dalam kaitan kedudukan umat Islam sebagai
umat yang pertengahan, Allah Swt berfirman yang artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan
kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu (QS 2:143).
Kaidah-Kaidah Syura
Di dalam surat Ali Imrah: 159 di atas, terdapat kaidah syura yang harus kita penuhi ketika kita melakukan
musyawarah.
Pertama, berlaku lemah lembut, baik dalam sikap, ucapan maupun perbuatan, bukan dengan sikap dan
kata-kata yang kasar, karena hal itu hanya akan menyebabkan mereka meninggalkan majelis syura.
Kedua, memberi maaf atas hal-hal buruk yang dilakukan sebelumnya atau orang yang bermusyawarah
harus menyiapkan mental pemaaf terhadap orang lain karena bisa jadi dalam proses musyawarah itu akan
terjadi hal-hal kurang menyenangkan atas sikap, perkataan atau tindak-tanduk orang lain terhadap diri
kita. Manakala sikap pemaaf ini tidak kita miliki dalam bermusyawarah, hal itu akan berkembang menjadi
pertengkaran secara emosional dan berujung pada perpecahan yang melemahnya kekuatan jamaah atau
organisasi.
Ketiga, berorientasi pada kebenaran, karena sesudah musyawarah dilaksanakan, keputusan-keputusan
yang telah diambil harus dijalankan dan semua itu dalam rangka menunjukkan ketaqwaan kepada Allah
Swt. Manakala musyawarah berorientasi pada ketaqwaan dan kebenaran, maka tidak ada pembicaraan
yang dikemukakan sekedar untuk meraih kemenangan dalam perdebatan, tapi untuk menjalankan
nilai-nilai kebenaran.
Keempat, memohon ampun bila melakukan kesalahan sehingga dalam musyawarah bila seseorang
mengemukakan pendapatnya yang disadari sebagai sesuatu yang salah ia akan mencabut pendapatnya itu
meskipun telah disetujui oleh majelis syura. Kelima, bertawakkal kepada Allah Swt setelah musyawarah
selesai, bukan malah saling salah menyalahkan ketika ada hal-hal yang tidak menyenangkan menimpa
jamaah atau organisasi.
Kajian Syura Dalam Sirah
Dalam sirah Nabawiyah (sejarah Nabi), kita dapati bagaimana Rasulullah Saw bermusyawarah dengan
para sahabatnya. Ketika hendak berhijrah ke Madinah, beliau kumpulkan sahabat-sahabat utama untuk
bermusyawarah guna membicarakan strategi penting perjalanan hijrah. Hasilnya adalah pembagian tugas
dari masing-masing sahabat, misalnya Ali bertugas tidur di tempat tidur Nabi saw untuk mengelabui
orang-orang kafir yang mengepung rumah Nabi. Sementara Abu Bakar ditugaskan untuk mengatur
perjalanan dan persembunyian Nabi di Gua Tsur selama tiga hari, termasuk mempersiapkan logistik dan
sumber informasi. Adapun Umar bin Khattab mendapat tugas mengalihkan opini orang-orang kafir
seolah-olah Nabi telah berangkat ke Madinah, begitulah seterusnya strategi hijrah dimusyawarahkan oleh
Nabi dengan para sahabatnya sehingga perjalanan hijrah ke Madinah bisa berjalan dengan baik.
Disamping itu, pada saat hendak berperang, beliau juga bermusyawarah dalam mengatur strategi perang
sehingga para sahabat bisa menyampaikan usul dan saran, bahkan bila usul dan saran itu memang bagus,
hal itu bisa menjadi keputusan yang disepakati, itulah yang terjadi pada perang khandak atau perang
ahzab. Perang ini menggunakan parit sebagai strateginya atas usulan Salman Al Farisi, maka digalilah
parit sedalam kaki kuda dan selebar lompatannya.Hikmah Syura
Manakala syura telah dilaksanakan dengan baik, ada banyak hikmah yang akan diperoleh bagi kaum
muslimin dalam kehidupan berjamaah. Sekurang-kurangnya, ada lima hikmah yang akan kita peroleh.
Pertama, keputusan yang akan diambil akan lebih sempurna dibanding tanpa musyawarah.
Kedua, masing-masing orang merasa terikat terhadap keputusan musyawarah sehingga ada rasa memiliki
terhadap isi keputusan musyawarah tersebut dan dapat mempertanggungjawabkannya secara
bersama-sama.
Ketiga, memperkokoh hubungan persaudaraan dengan sesama muslim pada umumnya dan anggota dalam
jamaah pada khususnya yang harus saling kuat menguatkan. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya
perpecahan yang diakibatkan tidak dipertemukannya perbedaan pendapat.
Keempat, dapat dihindari terjadinya dominasi mayoritas dan tirani minoritas, karena dalam musyawarah,
hakikat pengambilan keputusan terletak pada kebenaran, bukan semata-mata pertimbangan banyaknya
jumlah yang berpendapat atau berpihak pada suatu persoalan.
Kelima, dapat dihindari adanya hasutan, fitnah dan adu domba yang dapat memecah belah barisan
perjuangan kaum muslimin, karena musyawarah dapat memperjelas semua persoalan yang dihadapi.
Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita betapa dalam kehidupan keluarga, masuyarakat dan bangsa
sangat penting untuk dilakukan musyawarah dan masalah-masalah yang berkembang harus didialogkan
sehingga dari dialog bisa dijadikan sebagai pembahasan yang bisa dimusyawarahkan. [A Yani]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

trias. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com